Pantai Maron terletak di belakang bandara Achmad Yani, Semarang, Jawa Tengah. Sebenarnya Pantai Maron adalah Pantai buatan yang diciptakan untuk masyarakat Semarang dan fungsi khususnya agar mengurangi rob air laut yang selalu menggenangi landasan bandara. Pada awalnya saya mengenal Pantai Maron dari teman saya yang tetangga saya sendiri, dia bercerita bahwa ada pantai baru selain pantai marina. Pada awalnya saya membayangkan sebuah pantai buatan yang berpasir bersih walaupun tidak putih tidak apa-apa, berakses jalan mudah dan teratur, penataan pantai wisata yang menarik dan rapi, serta air laut yang bersih. Tetapi,hal yang saya bayangkan berbalik 180 derajat dengan apa yang diceritakan temanku tersebut. hal ini diperkuat dengan pernyataan anggota kelompok tekkom saya yang melakukan survey di sana dan mengatakan hal yang sama seperti tetangga saya. Maka, kami dari kelompok tekkom yang mengambil wilayah studi Pantai maron bertekad agar lebih menyorot Pantai tersebut dengan tujuan ada pihak pemkot yang mengetahui dan bisa lebih memaksimalkan potensi wisata dari Pantai Maron sendiri. Karena tujuan dari kelompok kami mengambil wilayah studi Pantai Maron adalah agar menjadikan wisata Pantai Maron lebih terpelihara dan nyaman untuk dikunjungi oleh wisatawan manapun, tidak hanya dari "wong Semarang" saja. Amiin,,,,,,
Kamis, 05 Juni 2008
Pengalaman di Planologi
Nama saya Awan Ariseto M.
NIM saya L2D006010
Saya terhitung kuliah di planologi Undip sejak Juli 2006. Saya sempat cuti dari perkuliahan total selama 1 tahun yang dikarenakan kecelakaan fatal yang saya alami pada tanggal 14 November 2006. Saat itu saya merasa sangat menyesal mengapa saya bisa mengalami kecelakaan tersebut dan beranggapan apakah saya akan kehilangan teman-teman angkatan saya,tetapi persepsi saya berubah ketika saya pertama kali kembali kuliah pada pertengahan 2007 dan saya mulai paham bahwa Planologi Undip memiliki rasa persaudaraan yang tinggi dan tidak memandang senior atau junior, karena mahasiswa di Planologi Undip memiliki rasa saling bantu membantu untuk bisa maju bersama-sama. Saya tetap terhitung sebagai angkatan 2006, tetapi saya akan seterusnya mengikuti perkuliahan bersama angkatan 2007. Hal ini membuat saya bisa dibilang mahasiswa semi-angkatan. bisa dibilang angkatan 2006 ataupun angkatan 2007. Awalnya, saya merasa agak canggung juga masuk ke kelas angkatan 2007, bukan karena kondisi atau karena saya memakai "tongkat kebesaran" saya, tetapi karena mahasiswi di angkatan 2007 tersebut yang tidak kalah dengan teman se-angkatan saya (Paham kannn...). Jadi agak grogi gitu. Tetapi lama kelamaan akhirnya menjadi terbiasa juga. Tetapi yang pasti, saya tetap bangga dan beruntung bisa kuliah di Planologi. Di fakultas lain? Entahlahh....
NIM saya L2D006010
Saya terhitung kuliah di planologi Undip sejak Juli 2006. Saya sempat cuti dari perkuliahan total selama 1 tahun yang dikarenakan kecelakaan fatal yang saya alami pada tanggal 14 November 2006. Saat itu saya merasa sangat menyesal mengapa saya bisa mengalami kecelakaan tersebut dan beranggapan apakah saya akan kehilangan teman-teman angkatan saya,tetapi persepsi saya berubah ketika saya pertama kali kembali kuliah pada pertengahan 2007 dan saya mulai paham bahwa Planologi Undip memiliki rasa persaudaraan yang tinggi dan tidak memandang senior atau junior, karena mahasiswa di Planologi Undip memiliki rasa saling bantu membantu untuk bisa maju bersama-sama. Saya tetap terhitung sebagai angkatan 2006, tetapi saya akan seterusnya mengikuti perkuliahan bersama angkatan 2007. Hal ini membuat saya bisa dibilang mahasiswa semi-angkatan. bisa dibilang angkatan 2006 ataupun angkatan 2007. Awalnya, saya merasa agak canggung juga masuk ke kelas angkatan 2007, bukan karena kondisi atau karena saya memakai "tongkat kebesaran" saya, tetapi karena mahasiswi di angkatan 2007 tersebut yang tidak kalah dengan teman se-angkatan saya (Paham kannn...). Jadi agak grogi gitu. Tetapi lama kelamaan akhirnya menjadi terbiasa juga. Tetapi yang pasti, saya tetap bangga dan beruntung bisa kuliah di Planologi. Di fakultas lain? Entahlahh....
Pantai Maron
Berawal dari cerita seorang teman, saya tertarik untuk mengunjungi Pantai Maron. Namun, tentu saya tidak berharap terlalu tinggi akan menemui keindah pantai seperti pantai Kuta di Bali. Bisa bermain di atas pasir pantai dan berenang di tepian pantai tentu sudah cukup menyenangkan.
Pantai Maron yang terletak di daerah barat Semarang, tepatnya di sekitar muara Sungai Silandak ini, bisa ditempuh dari dua tempat, yaitu dari Bandara Ahmad Yani atau dari Perumahan Graha Padma, Krapyak. Kira-kira berjarak 3 km dari jalan raya kita sudah bisa sampai di lokasi. Jika menggunakan kendaraan bisa ditempuh sekitar 10 menit. Namun jika ingin jalan kaki, dari ujung perumahan Graha Padma saja bisa memakan waktu 30 menit.Jangan bayangkan akan melewati jalanan aspal yang mulus ketika menuju Pantai Maron. Jalanan masih berupa tanah padas keras berwarna putih, jika turun hujan beberapa bagian jalan akan berubah jadi becek dan licin. Namun jalanan menuju Pantai Maron juga menawarkan keindahan tersendiri. Hamparan alam yang luas akan terasa sangat indah jika langit sedang berwarna biru. Apalagi setiap saat kita juga bisa melihat pesawat terbang yang lepas landas maupun mau mendarat di Bandara Ahmad Yani.
Nama Maron sendiri konon karena pantai ini masih merupakan milik Penerbangan TNI Angkatan Darat (Penerbad), karena merah maron merupakan warna khas baret Penerbad, maka pantai ini disebut Pantai Maron. Memang kurang jelas siapa yang mengelola Pantai Maron. Yang jelas setiap masuk pantai Maron kita cukup membayar 2 ribu rupiah, untuk biaya parkir.
Jika biasanya pantai Laut Utara itu terjal karena banyak batu karang atau batu penahan ombak seperti di Pantai Marina, tetapi di Pantai Maron bentuknya landai dan berpasir. Pasirnya nyaris seperti di Bali, hanya saja warnanya tidak putih. Mungkin karena itu, suasana pantai benar-benar bisa dirasakan, meski jarang dijumpai keindahan ombak seperti di pantai-pantai di daerah Bali maupun Jogja.
Selain keindahan pantai, kita juga bisa menikmati beragam menu kuliner. Deretan panjang warung yang berada tidak jauh dari bibir pantai sangat memudahkan pengunjung yang ingin mengisi perut jika terasa lapar. Menu yang tersedia pun cukup beragam, mulai dari nasi goreng, mie goreng, soto, bakso, mie ayam, sate ayam, sate kambing, dan berbagai menu lainnya. Namun tampaknya sate ayam menjadi menu yang paling banyak ditawarkan.
Jika berkunjung ke Pantai Maron pada Sabtu Sore, Minggu Pagi, Minggu Sore, atau hari-hari libur, bisa dipastikan pelancong yang datang sangat banyak. Bahkan bisa dikatakan tidak kalah dari jumlah pelancong di Parangtritis Jogja ataupun Kuta Bali. Hampir setiap sudut pantai dan warung-warung di tepi pantai penuh oleh pengunjung.
Hanya saja patut disayangkan kurangnya perawatan lingkungan menjadikan Pantai Maron terlihat kurang bersih. Banyak sampah-sampah yang terlihat di sudut-sudut pantai. Jika saja Pantai Maron lebih bersih tentu bisa menjadi obyek wisata andalan Kota Semarang. Jika pun dengan keadaan seperti sekarang juga sudah banyak pengunjung, bisa jadi ini hanya dahaga warga Semarang akan wisata pantai
Pantai Maron yang terletak di daerah barat Semarang, tepatnya di sekitar muara Sungai Silandak ini, bisa ditempuh dari dua tempat, yaitu dari Bandara Ahmad Yani atau dari Perumahan Graha Padma, Krapyak. Kira-kira berjarak 3 km dari jalan raya kita sudah bisa sampai di lokasi. Jika menggunakan kendaraan bisa ditempuh sekitar 10 menit. Namun jika ingin jalan kaki, dari ujung perumahan Graha Padma saja bisa memakan waktu 30 menit.Jangan bayangkan akan melewati jalanan aspal yang mulus ketika menuju Pantai Maron. Jalanan masih berupa tanah padas keras berwarna putih, jika turun hujan beberapa bagian jalan akan berubah jadi becek dan licin. Namun jalanan menuju Pantai Maron juga menawarkan keindahan tersendiri. Hamparan alam yang luas akan terasa sangat indah jika langit sedang berwarna biru. Apalagi setiap saat kita juga bisa melihat pesawat terbang yang lepas landas maupun mau mendarat di Bandara Ahmad Yani.
Nama Maron sendiri konon karena pantai ini masih merupakan milik Penerbangan TNI Angkatan Darat (Penerbad), karena merah maron merupakan warna khas baret Penerbad, maka pantai ini disebut Pantai Maron. Memang kurang jelas siapa yang mengelola Pantai Maron. Yang jelas setiap masuk pantai Maron kita cukup membayar 2 ribu rupiah, untuk biaya parkir.
Jika biasanya pantai Laut Utara itu terjal karena banyak batu karang atau batu penahan ombak seperti di Pantai Marina, tetapi di Pantai Maron bentuknya landai dan berpasir. Pasirnya nyaris seperti di Bali, hanya saja warnanya tidak putih. Mungkin karena itu, suasana pantai benar-benar bisa dirasakan, meski jarang dijumpai keindahan ombak seperti di pantai-pantai di daerah Bali maupun Jogja.
Selain keindahan pantai, kita juga bisa menikmati beragam menu kuliner. Deretan panjang warung yang berada tidak jauh dari bibir pantai sangat memudahkan pengunjung yang ingin mengisi perut jika terasa lapar. Menu yang tersedia pun cukup beragam, mulai dari nasi goreng, mie goreng, soto, bakso, mie ayam, sate ayam, sate kambing, dan berbagai menu lainnya. Namun tampaknya sate ayam menjadi menu yang paling banyak ditawarkan.
Jika berkunjung ke Pantai Maron pada Sabtu Sore, Minggu Pagi, Minggu Sore, atau hari-hari libur, bisa dipastikan pelancong yang datang sangat banyak. Bahkan bisa dikatakan tidak kalah dari jumlah pelancong di Parangtritis Jogja ataupun Kuta Bali. Hampir setiap sudut pantai dan warung-warung di tepi pantai penuh oleh pengunjung.
Hanya saja patut disayangkan kurangnya perawatan lingkungan menjadikan Pantai Maron terlihat kurang bersih. Banyak sampah-sampah yang terlihat di sudut-sudut pantai. Jika saja Pantai Maron lebih bersih tentu bisa menjadi obyek wisata andalan Kota Semarang. Jika pun dengan keadaan seperti sekarang juga sudah banyak pengunjung, bisa jadi ini hanya dahaga warga Semarang akan wisata pantai
Langganan:
Postingan (Atom)